Minggu, 04 April 2010
IBU KEDUA
~ Kepada ibu Beachty
Merangkai prestasi dari dunia yang terbenam, memang sulit, bu !
Andai kau katakan dulu padaku
Tentang priode yang masih lunglai bergerak cepat
Meyakiniku dari tidur angan panjang
Melebihi jarak kilo-kilo meter
Terlebih aku mengucap salam
Dari pertemuan dan perjanjian yang dititahkan
Bu,
Jagat berbicara mengenai damai
Dari lakon-lakon yang geraknya lamban
Kau ajak jiwaku bermain bersama anakmu
Sambil mencatat sejarah dari kertas tak berwarna
Tintanya hilang, garis-garisnya bungkam
Siapa yang berani bicara kematian?
Sedang zaman mengajak waktunya bersenang-senang
Sambil menarik paksa pundak kita
Untuk memulai permainan baru
Bu,
Jika kemarin kau memberiku segelas air
Dari dahaga panjang perjalanan urat,
Kini aku hidup dengan air itu!
Bahkan ladangku tak kering dengan air itu
Nafasku juga enggan untuk berhenti
Mengingat masa puluh tahun lalu
Yang memotret kehidupan kecil
Antara aku dan anakmu
Kau membatasi ruang dari batas sejarah
Menyuguhkan sejarah pada lumbung kehidupan
Memberikan nafas anyar
Bagi jiwa yang tergerai lunglai
Dipojok bumi tak bertepi
Lalu kau berteriak lantang
Memanggil anak sulungmu
Hingga air yang kau pegang tumpah
Diminum tanah-tanah kelaparan
Waktu itu aku tanah
Tanah yang amat serakah
Memaksa zaman menarik kembali masanya
Namanya juga zaman,
Hatinya kejam, tak punya nurani
Perasaannya juga kejam dan membaja
Sama dengan manusia yang menghuni bumi, dizaman ini !
Mushalla Modern
24 November 2008
Merangkai prestasi dari dunia yang terbenam, memang sulit, bu !
Andai kau katakan dulu padaku
Tentang priode yang masih lunglai bergerak cepat
Meyakiniku dari tidur angan panjang
Melebihi jarak kilo-kilo meter
Terlebih aku mengucap salam
Dari pertemuan dan perjanjian yang dititahkan
Bu,
Jagat berbicara mengenai damai
Dari lakon-lakon yang geraknya lamban
Kau ajak jiwaku bermain bersama anakmu
Sambil mencatat sejarah dari kertas tak berwarna
Tintanya hilang, garis-garisnya bungkam
Siapa yang berani bicara kematian?
Sedang zaman mengajak waktunya bersenang-senang
Sambil menarik paksa pundak kita
Untuk memulai permainan baru
Bu,
Jika kemarin kau memberiku segelas air
Dari dahaga panjang perjalanan urat,
Kini aku hidup dengan air itu!
Bahkan ladangku tak kering dengan air itu
Nafasku juga enggan untuk berhenti
Mengingat masa puluh tahun lalu
Yang memotret kehidupan kecil
Antara aku dan anakmu
Kau membatasi ruang dari batas sejarah
Menyuguhkan sejarah pada lumbung kehidupan
Memberikan nafas anyar
Bagi jiwa yang tergerai lunglai
Dipojok bumi tak bertepi
Lalu kau berteriak lantang
Memanggil anak sulungmu
Hingga air yang kau pegang tumpah
Diminum tanah-tanah kelaparan
Waktu itu aku tanah
Tanah yang amat serakah
Memaksa zaman menarik kembali masanya
Namanya juga zaman,
Hatinya kejam, tak punya nurani
Perasaannya juga kejam dan membaja
Sama dengan manusia yang menghuni bumi, dizaman ini !
Mushalla Modern
24 November 2008
PULAUKU
Pulauku I
~ Neng NAF
Waktu beranjak sajak berteriak
Membajak luka pada penat telungkup waktu
Dentam zaman kelabu dalam benak
Walau matahari menyoroti tubuh
Ditubir gaduh
Kau sikat surat penghayat
Seperti aku yang lama tak mimpi
Memimpikan kodrat di ujung ma’rifat
Lalu Telenovela yang terselip di tubuh angin
Menyibak renta ditampuk sua
Kau sepertinya berteriak dalam batu
Sebelum tanah menggumpal-mengabu
Lalu mimpi dalam puisi bertubi-tubi
Adalah sajak yang dipenggal
Ditengah tegal !
Kini kau berpesta pora
Bersama asap yang ditelanjangi
Pucuk pohon bergugur bangga
Menertawai keteledoran usia
Tahun berjalan menapaki rentanya
Pohon tersobek,
Tanah mengalir,
Pasir menopan, membujur…
Pulauku hanya sepenggal
Disoroti matahari tunggal
Tinggallah aku
Menuju si Maha Manunggal…
Selasa
31 Maret 2009
Pulauku II
Bulannya padhang, sayang
Burungnya terlelap kelelahan
Kelelawarnya liar beroperasi ditanduk jangkar
Tanahnya tenar-tenar
Pohon-pohonnya membelukar
Binatang hutannya kasar-kasar
Manusia-manusia sawo matangnya tegar-tegar
Akupun hendak berpijar
Mengais kotoran di trotoar jalar
Kotaku indah segar-bugar
Meski orang-orangnya sangar-sangar
Tapi kamu jangan khawatir, sayang
Tiap mereka punya langgar
Lahan-lahannya hektar-hektar
Tinggi gunungnya begitu besar
Luas lautnya bertaruh lebar
Para penghuninya sadar-sadar
Bahwa hukum dan sosial harus dijangkar
Kamu tahu, sayang
Ketika fajarnya pudar,
Perlahan, mataharinya memancar sinar
Pria-wanita sawo matang itu
Berjejer-jejer, bersamaan, saling ucap bermesraan
Memanjat makna hidup
Dari tingkah sadar-sabar
Selasa
31 Maret 2009
Pulauku III
Riak airnya indah
Tidak hanya untuk diminum
Tapi juga bajak sawah
Diamnya batu bermimpi awan
Hujannya nangis bersuara gemuruh
Lihatlah itu barisan petir
Begitu takut menapaki tanah
Juga kau liat burungnya bebas
Burung hinggap dipunggung sapi
Sapi kekar sapi sangar
Bukan untuk bajak sawah
Tapi sapi pemain sejarah
Layar terkambang menyaksi laut
Menuntun Lazuardi bertemu pulau
Samudra luas adalah permainan
Ombak menggulung adalah hiburan…..
Reng majeng
A sapok angin a bental ombek…..
Awal sejarah,
Habis panen gemburkan tanah
Melarikan sapi hingga remah
Padi menguning dipematang sawah
Orang-orang mulai gagah
Membangun tinggi rumah-rumah,
Ini kisah tentang sejarah Kerapan Sapi…
Kamis
07 Januari 2010
~ Neng NAF
Waktu beranjak sajak berteriak
Membajak luka pada penat telungkup waktu
Dentam zaman kelabu dalam benak
Walau matahari menyoroti tubuh
Ditubir gaduh
Kau sikat surat penghayat
Seperti aku yang lama tak mimpi
Memimpikan kodrat di ujung ma’rifat
Lalu Telenovela yang terselip di tubuh angin
Menyibak renta ditampuk sua
Kau sepertinya berteriak dalam batu
Sebelum tanah menggumpal-mengabu
Lalu mimpi dalam puisi bertubi-tubi
Adalah sajak yang dipenggal
Ditengah tegal !
Kini kau berpesta pora
Bersama asap yang ditelanjangi
Pucuk pohon bergugur bangga
Menertawai keteledoran usia
Tahun berjalan menapaki rentanya
Pohon tersobek,
Tanah mengalir,
Pasir menopan, membujur…
Pulauku hanya sepenggal
Disoroti matahari tunggal
Tinggallah aku
Menuju si Maha Manunggal…
Selasa
31 Maret 2009
Pulauku II
Bulannya padhang, sayang
Burungnya terlelap kelelahan
Kelelawarnya liar beroperasi ditanduk jangkar
Tanahnya tenar-tenar
Pohon-pohonnya membelukar
Binatang hutannya kasar-kasar
Manusia-manusia sawo matangnya tegar-tegar
Akupun hendak berpijar
Mengais kotoran di trotoar jalar
Kotaku indah segar-bugar
Meski orang-orangnya sangar-sangar
Tapi kamu jangan khawatir, sayang
Tiap mereka punya langgar
Lahan-lahannya hektar-hektar
Tinggi gunungnya begitu besar
Luas lautnya bertaruh lebar
Para penghuninya sadar-sadar
Bahwa hukum dan sosial harus dijangkar
Kamu tahu, sayang
Ketika fajarnya pudar,
Perlahan, mataharinya memancar sinar
Pria-wanita sawo matang itu
Berjejer-jejer, bersamaan, saling ucap bermesraan
Memanjat makna hidup
Dari tingkah sadar-sabar
Selasa
31 Maret 2009
Pulauku III
Riak airnya indah
Tidak hanya untuk diminum
Tapi juga bajak sawah
Diamnya batu bermimpi awan
Hujannya nangis bersuara gemuruh
Lihatlah itu barisan petir
Begitu takut menapaki tanah
Juga kau liat burungnya bebas
Burung hinggap dipunggung sapi
Sapi kekar sapi sangar
Bukan untuk bajak sawah
Tapi sapi pemain sejarah
Layar terkambang menyaksi laut
Menuntun Lazuardi bertemu pulau
Samudra luas adalah permainan
Ombak menggulung adalah hiburan…..
Reng majeng
A sapok angin a bental ombek…..
Awal sejarah,
Habis panen gemburkan tanah
Melarikan sapi hingga remah
Padi menguning dipematang sawah
Orang-orang mulai gagah
Membangun tinggi rumah-rumah,
Ini kisah tentang sejarah Kerapan Sapi…
Kamis
07 Januari 2010
RUMAHMU
Rumah indah berdinding bambu
Terbakar,…
Arangnya menjelma tanah tandus berkepanjangan…..
23 Februari 2009
Terbakar,…
Arangnya menjelma tanah tandus berkepanjangan…..
23 Februari 2009
TELUK DIANTARA DUA
Pernah kau sebut bulan lalu
Tentang cerita sungai yang tak begitu panjang…
Kita sekadar menyapa subuh
Dari lebam mata kusut kita
Aura ufuk masih menyelimuti
Duka panjang yang berkepanjangan
Seusai kau menyuguhkan sepiring do’a
Setelah kau mencelupkan tasbih-tasbih dzikir
Pada sungai keabadian…
Disini aku hanya duduk tafakur
Menghitung jari zaman
Yang entah tulang-tulangnya
Bercopotan jadi puing…
Kuharap kau bicara padaku
Walau hanya sekedar diam
Atau kau langsung sapa saja naluri ini
Entah dari senyum,
Atau dari air mata darahmu
Sudah,
Kita cukup bicara cinta
Aku muak bicara perasaan
Sebab tak ada hati, tak ada rasa
Yang pantas diperbincangkan
Kau juga tak mau menjawab
Sudahlah,
Bukankah juga terlalu banyak manusia
Yang tak mau bicara tentang kebenaran ?
Kamis
31 Juli 2008
Tentang cerita sungai yang tak begitu panjang…
Kita sekadar menyapa subuh
Dari lebam mata kusut kita
Aura ufuk masih menyelimuti
Duka panjang yang berkepanjangan
Seusai kau menyuguhkan sepiring do’a
Setelah kau mencelupkan tasbih-tasbih dzikir
Pada sungai keabadian…
Disini aku hanya duduk tafakur
Menghitung jari zaman
Yang entah tulang-tulangnya
Bercopotan jadi puing…
Kuharap kau bicara padaku
Walau hanya sekedar diam
Atau kau langsung sapa saja naluri ini
Entah dari senyum,
Atau dari air mata darahmu
Sudah,
Kita cukup bicara cinta
Aku muak bicara perasaan
Sebab tak ada hati, tak ada rasa
Yang pantas diperbincangkan
Kau juga tak mau menjawab
Sudahlah,
Bukankah juga terlalu banyak manusia
Yang tak mau bicara tentang kebenaran ?
Kamis
31 Juli 2008
NASKAH SUNYI
Subuh I
Langsatmu mendentam pelan
Menyobek sebagian naluri
Hingga hilang
Terakhir kau ucapkan salam
Salam selamat tinggal
Perpisahan
Lalu sunyi menyibak fajar
Dalam remang
Dibalutan lukamu
Lukaku masih riuh mendesah
Menghangat diujung sawah…
Jum’at
27 Maret 2009
Subuh II
Kali ini subuh pasrah
Melepas malam demi kerinduan
Silahkan,
Lantangkan suaramu
Bentang parangmu
Lalu tebas darah ini
Hingga subuhku
Tak mengenal matahari
Jum’at
27 Maret 2009
Subuh III
Lalu nyanyianmu menyiangi bulan
Seperti kucur semen
Memanjat tembok-tembok bertingkat
Dan teriakan angin yang memanas
Mengajak rumput-rumput hijauku
Kuning mengering
Sempat kau berbisik tentang masa
Bahwa senja dan fajar takkan pernah serumah
Disudut hati
Kau membisiki perpisahan
Padahal pisah adalah ancaman
Kau panggil dia sayang
Didepan mataku yang telanjang
Jum’at
27 Maret 2009
Subuh IV
Lantun burung mengaum
Mengakhiri purnama yang keterlaluan
Setengah tahun kau sita waktuku
Mengukir kisah hari-harimu
Aku bodoh karena aku bungkam
Aku tak sanggup mengucap cinta
Bahkan pada subuhku
Hanya bisik yang mengiringi hari-hari
Dan waktu-waktu
Bersama kumandang adzan
Kupanjat firman-firman-Nya
Bismillah…….
Berikan hati ….. padaku tuhan !
Berikan cinta …..padaku tuhan !
Jum’at
27 Maret 2009
Langsatmu mendentam pelan
Menyobek sebagian naluri
Hingga hilang
Terakhir kau ucapkan salam
Salam selamat tinggal
Perpisahan
Lalu sunyi menyibak fajar
Dalam remang
Dibalutan lukamu
Lukaku masih riuh mendesah
Menghangat diujung sawah…
Jum’at
27 Maret 2009
Subuh II
Kali ini subuh pasrah
Melepas malam demi kerinduan
Silahkan,
Lantangkan suaramu
Bentang parangmu
Lalu tebas darah ini
Hingga subuhku
Tak mengenal matahari
Jum’at
27 Maret 2009
Subuh III
Lalu nyanyianmu menyiangi bulan
Seperti kucur semen
Memanjat tembok-tembok bertingkat
Dan teriakan angin yang memanas
Mengajak rumput-rumput hijauku
Kuning mengering
Sempat kau berbisik tentang masa
Bahwa senja dan fajar takkan pernah serumah
Disudut hati
Kau membisiki perpisahan
Padahal pisah adalah ancaman
Kau panggil dia sayang
Didepan mataku yang telanjang
Jum’at
27 Maret 2009
Subuh IV
Lantun burung mengaum
Mengakhiri purnama yang keterlaluan
Setengah tahun kau sita waktuku
Mengukir kisah hari-harimu
Aku bodoh karena aku bungkam
Aku tak sanggup mengucap cinta
Bahkan pada subuhku
Hanya bisik yang mengiringi hari-hari
Dan waktu-waktu
Bersama kumandang adzan
Kupanjat firman-firman-Nya
Bismillah…….
Berikan hati ….. padaku tuhan !
Berikan cinta …..padaku tuhan !
Jum’at
27 Maret 2009
Langganan:
Postingan (Atom)